Selasa, 24 Mei 2011

Cerpen


YANG PERTAMA

Aku menatap cermin di depanku dengan pandangan miris, putus asa. Apakah memang ini akhir dari masa-masa indahku? Aku bertanya pada sosok dicermin dengan gusar. Apakah karena aku tidak lebih baik dari perempuan itu? Apakah karena diharuskan memilih yang pertama maka yang lainnya tersisihkan. Adilkah itu? Mengapa? Sosokku di cermin hanya memandang miris. Menatapku balik.
Aku masih ingat dengan jelas apa yang di katakan olehnya, laki-laki yang aku cintai namun yang lebih memilih perempuan lain.
“Maafkan aku Ra, bukannya aku tidak mencintai kamu. Tapi aku harus memilih. Dan aku memilih pilihan orang tuaku. Karena aku tidak ingin mengecewakan mereka. Maafkan aku….”, ucapnya dengan ekspresi memohon. Aku memandang laki-laki yang aku cintai itu dengan sorot dingin tidak percaya.
“Apakah benar karena itu? Mengapa kamu tidak mau menolaknya kalau kamu benar-benar mencintaiku? Kamu tahu kan aku mencintai kamu kan???! Mengapa kamu tidak mau berjuang??!” cecarku emosi.
Aku benar-benar tidak habis pikir dengan laki-laki yang 2 tahun berpacaran denganku ini.
“Mengapa tidak kamu tolak saja keinginan orang tua kamu dengan cara halus. Pasti mereka mau mengerti…” lanjutku lirih.
“Maafkan aku Ra.. aku tidak bisa…”. Dia menunduk resah, yang membuat aku curiga pasti ada alasan lain.
“Mengapa kamu jadi seperti ini? Tatap aku, aku ingin tahu alasan kamu sebenarnya. Please… jangan sembunyikan ini semua dari aku. Jika alasan kamu tepat aku akan.. rela melepaskan kamu.” Aku merasa aku terlalu memaksa keadaan. Kalau di pikir secara logika tetang keputusannya memutuskan aku karena alasan tersebut, aku pasti bisa menerimanya karena aku juga tidak bisa membantah keinginan orang tuaku jika aku berada di posisinya, dan orang tuaku pasti tidak seperti orang tuanya yang cara berfikirnya masih kolot. Tapi aku memikirkannya dengan perasaan, selama dua tahun kita berpacaran untuk menggapai masa depan bersama mengapa hasilnya malah seperti ini. Seperti hilang tiba-tiba.
“Anjar….??” Tanyaku menatap matanya yang resah. “please jawab pertanyaanku….”, ucapku dengan nada putus asa.
“Karena….. karena dia… cinta pertamaku Ra”, jawabnya lirih. “Maafkan aku…”.
Aku terhenyak mendengar pengakuannya. “Baiklah kalau itu memang keputusan kamu”, ucapku lirih.
Kalau memang menyangkut perasaan dia yang masih mencintai cinta pertamanya, lebih baik aku mengalah, cintaku terkalahkan oleh yang pertama. Aku harus kuat karena hidup akan terus berlanjut walau hatiku mati rasa.
Aku masih menatap cermin di depanku dengan pandangan kalut. Resah. Padahal sudah satu bulan ini aku mencoba menangkan perasaan hatiku yang masih tidak bisa menerima keadaan. Semakin mendekati hari H. aku semakin gelisah. Ya, hari H itu adalah sebuah pernikahan. pernikahannya, bukan pernikahanku. Dan aku sebagai undangan harus datang atas keputusanku sendiri. aku tidak ingin di anggap bahwa aku masih meratapi perpisahan ini, aku ingin terlihat tegar dan mampu mengatasi perasaanku ini dengan mendatangi pernikahannya. Dan aku yakin pasti bisa namun sekarang ketegaranku luruh hilang, apakah lebih baik aku menghidar? Bodoh jika kamu menghindar Ra! jawab hati kecilku yang lain. Tapi aku takut... takut tidak mampu menyaksikan semua ini.
Aku menatap diriku lagi di cermin, Yah! aku akan datang, dan akan aku buktikan kalau aku mampu menghadapi ini. Aku bisa! Bergegas aku mengambil tas tanganku. Dan beranjak pergi meninggal cermin yang menyaksikan keputusasaanku. Yah! sudah dari tadi aku berdandan cantik untuk menghadiri acara pernikahannya, dan ketika tadi menatap sosok diriku di cermin yang menatap miris, aku mulai putus asa.
*
Dan sekarang aku di sini, menatap kedua mempelai dengan senyuman yang terlihat bahagia, seperti kebanyakan tamu disini walau sebenarnya hatiku sakit. Aku salami memperlai wanita dan mempelai laki-laki, yang tak lain adalah orang yang pernah mengisi hatiku. "Selamat menempuh hidup baru ya... aku do'aan kalian bahagia selamanya", ucapku tulus. " terima kasih", jawab mereka berdua, dan aku lihat tatapkan laki-laki depanku terlihat kuatir. Mungkin takut aku mengamuk tiba-tiba, tawaku dalam hati, getir. Aku menjawab dengan senyuman dan pergi meninggalkan mereka berdua dengan tamu lainnya, Sekaligus meninggalkan hatiku yang luka di sana. Pada cinta pertamaku.
"Cinta tidak harus memiliki kan?? maka pergilah.." itulah kalimat terakhir yang aku ucapkan ketika melepaskannya pergi. Dan sekarang apakah aku menyesalinya?? aku sendiri tak tahu jawabannya. biarkanlah waktu yang berbicara. Ikhlaskah???

***

Senin, 10 Mei 2010

2 Hati dalam 7 Hari

1 hari.

Aku : sudah yakin dengan keputusanmu?
Dia : yah! aku sangat yakin!
Aku : nggak takut tersakiti lagi?
Dia : Nggak! karena aku pasti bisa melewati semuanya.


2 hari

Dia : Aku menyesal mengapa ini aku lakukan.
Aku : kenapa bisa begitu, katanya kamu sudah yakin....
Dia : ternyata ini lebih menyakitkan dari yang sebelumnya.
Aku : memang apa yang dia lakukan padamu??
Dia :..................


3 hari

Dia : aku nggak bisa menerima kenyataan.
Aku : itulah hidup.
Dia : ...............
Aku : aku ingin menangis.
Dia : kenapa?
Aku : karena kamu nggak bisa terima kenyataan.
Dia : Aku sudah mencoba. Tapi aku selalu ingin dan ingin......
Aku : Berhentilah untuk melihat satu sisi.
Dia : Mengapa?
Aku : Karena masih banyak sudut yang lain yang perlu kamu lihat.
Dia: baiklah....Q kan mencoba.

4 hari

Dia : Lebih baik aku mati!
Aku : kenapa berfikir itu lebih baik?
Dia : karena aku nggak bisa memilikinya.
Aku : Aku ingin menangis.
Dia : kenapa kamu selalu ingin menangis ketika aku rapuh?
Aku : karena kamu nggak mau melihat sisi yang lain.
Dia : apa maksud kamu?
Aku : Suatu saat kamu pasti tahu.


5 hari

Dia : Yah! kenyataan adalah kenyataan.
Aku : Hidup adalah hidup. dan kematianlah pemutusnya....
Dia : Bisa aja kamu....
Aku : Tidak ada yang tidak mungkin.
Dia : Ada yang tidak mungkin, antara hatiku dan kenyataan.
Aku : pasti ada jalan lain. Namun kamu belum menyadarinya.
Dia : semuanya sudah aku sadari.
Aku : terserah kamu.....

6 hari

Aku : Satu titik diantara dua koma.
Dia : maksudnya?
Aku : Satu hati diantara dua jiwa.
Dia : yah! terserah kamu deh....
Aku : kamu sudah baikkan???
Dia : Sebenarnya belum. Tapi biarlah.......
Aku : yah! pasti ada cara lain.


7 hari

Aku : aku ingin menangis.
Dia : kenapa?
Aku : karena nggak ada yang mau menyadari kenyataan.
Dia : Aku sudah menyadarinya kok! aku akan berusaha lagi! selalu ada jalan kan?
Aku : yah! selalu.... Tapi, sepertinya jalan menghilang dari pandanganku.
Dia : Kenapa sekarang kedudukan kita yang terbalik?
Aku : Yah! karena kamu.
Dia : aku kenapa?
Aku : kamu yang menghancurkan jalanku.
Dia : ???
Aku : karena kamu tetap berjalan di sisinya. Bukan di sisiku.
Dia : maaf..........

***

Jumat, 04 Desember 2009

Cerpen 4

PrinceSS daLam Blog

Aku punya cerita, tentang seorang peri yang menjadi sahabatku. Namanya Princess, dia anggun, cantik, berpipi merah dan suka bersenandung. Si Princess suka pada boneka anjing, nada-nada, dan warna pink, karena dia selalu memakai baju warna pink.


Ketika aku pertama kali melihatnya, aku merasa takut. Karena, bahagia, sedih, duka, suka, dan bisu menyatu dalam dirinya. Aku beranggapan apakah dia bisa dijadikan teman? karena dia penuh teka-teki.

Semua aku ingin menghapusnya dari seleksi sahabat yang aku pilih. Tapi rasa penasaranku lebih menguasai. Aku lebih ingin tahu tentang dia, dari pada 9 sembilan seleksi yang lain. Dan akhirnya aku memilihnya.

Berhari-hari aku memandanginya, melihat berbagai rasa yang menyelimutinya. Dan dia hanya terdiam saja sambil menunduk memandangi kakinya. Dia pemalu. Kenapa aku bisa memilihnya? padahal melihatku saja dia tidak mau. Aku kan sangsi pada keragu-raguan. Tapi ternyata aku malah ragu-ragu sendiri. Ah, untuk sementara ini, aku membiarkan saja dia menemaniku, mungkin suatu saat aku bisa mengenalnya lebih jauh. Dan aku tak akan bercerita apapun padanya sebelum dia yang memulainya. Aku ingin mengetesnya, apakah dia benar-benar tulus menjadi sahabatku?

Tapi tenyata, dia tetap membisu. dan dengan kebisuannya, tanpa aku sadari aku bercerita banyak hal tentangku. Setiap kali sesudah aku bercerita padanya, tentang dukaku, bahagiaku, aku merasa tenang. Dan aku pun sadar bahwa dialah sahabat yang tepat.

Sampai sekarang, diapun masih membisu, ditemani boneka anjingnya, dan nada-nada. Juga tak lupa senandungnya. Dan senandungnya selalu mengena di hatiku. Ternyata dia mengerti aku.
Aku tidak salah memilihnya.

Aku berjanji selama aku masih mampu menjamah dunia maya, aku akan tetap menjadikannya sahabatku, peri blogku. Dan aku tahu bahwa dia tak akan meninggalkanku, terus menemaniku dengan boneka anjingnya dan nada-nada, sampai aku bosan, lelah. Kecuali aku yang meninggalkannya, tapi itu tak mungkin. Dia lah yang terbaik.

Untuk itulah aku menceritakan tentang dia di sini, karena dia tak mampu berbicara, dia hanya mampu memahami, mungkin. Karena dia hanyalah si Princess dalam blog.

Kalian mau tahu siapa dia? dialah yang selalu duduk menunduk di halaman blogku. Kalian pasti selalu melihatnya jika berkunjung dalam blogku. Karena dia bertempat di sebelah kanan atas, tak lupa ditemani boneka anjing dan nada-nada.

Pandangilah dia, kalian pasti mengerti kenapa aku memilihnya. Jika masih belum mengerti. Bacalah blogku, Karena tulisan-tulisan itulah yang aku ceritakan pada dia, dalam berbagai warna. Si princess dalam blog adalah warna hidupku. (promosi:mode on ^,^)


***





Rabu, 02 Desember 2009

Cerpen 3

SANG PENGARANG DAN SANG PEMBACA



Aku menatap jam digital dan kalender dari handphoneku, ternyata waktu berlalu begitu cepat. Sudah tenggat 4 hari dari target 7 hari yang aku tetapkan, aku masih belum bisa menulis apa-apa, padahal dedline sudah semakin dekat, dan editorku sudah mewanti-wantiku. Aku masih bingung dengan cerita yang tiba-tiba macet dari pikiranku, tidak ada bayangan apapun tentang akhir cerita yang sudah akan mencapai akhir, apakah akhirnya akan bahagia, ataukan aku buat sedih, jika bahagia makan tetap akan ada yang sedih, jika sedih akan ada kebahagiaan yang terkubur, tapi jika menggambang, aku benci hal-hal yang menggambang, tidak ada akhir dari jawaban yang aku inginkan. Padahal setiap kali aku akan tidur selalu ada bayangan cerita-cerita apa yang ingin aku tulis, namun jika aku dihadapkan pada komputer, semuanya macet total, dan aku benci hal itu. Apa yang membuatku pikiranku macet seperti ini? Uh, benar-benar memuakkan. Padahal di cerita-ceritaku yang lalu aku lancar dalam membuatnya. Apa mungkin benar tentang istilah yang pernah aku dengar bahwa seorang pengarang bisa disamaratakan dengan orang gila. Gila akan hayalan-hayalannya, dan apabila bayangan hayalan itu menghilang, dia akan merasa kehilangan dirinya, dan ternyata aku merasa seperti itu.

Salahkah jika aku menjadi seorang pengarang? Menurutku tidak, karena ketika aku masih diambang antara ingin menjadi seorang pengarang dan bingung akan jadi apa nanti bila aku gagal dalam targetku. Aku malah membulatkan tekad untuk menhancurkan penghalang yang ada dalam pikiranku. Dan disaat aku pertama mencoba menulis hayalan-hayalan yang selama ini masih menggambang dalam pikiranku, aku masih gagal, dan kegagalan itu mebuatku putus asa. Berhari-hari aku memikirkannya, apakah ini benar? Dalam perenungan yang panjang akhirnya aku mencoba lagi. Aku mulai menulis alias mengetik di komputerku tentang sebuah cerita, karena sebenarnya aku benci menulis. Aku ingin jadi pengarang tapi aku benci menulis, aneh! Tapi itulah aku. Aku sang pengarang tapi aku bukan sang penulis, padahal sang penggarang adalah gabungan sang penulis, tapi menurutku aku bukan sang penulis, tapi aku sang pengetik, istilah yang konyol, tapi itulah kenyataannya. Alasan aku benci menulis adalah karena tulisanku buruk sekali, padahal aku mencoba menulis serapi-rapinya, tapi rasanya tetap terihat buruk.

Ceritaku yang pertama akhirnya berhasil aku tulis, namun isi ceritanya ternyata gagal, karena ketika aku baca ulang, aku benci ceritanya. Aku membuat cerita yang berakhir seperti yang tidak aku harapkan, padalah ketika aku mengetik aku menginginkan akhir yang seperti itu, namun jika aku menjadi seorang pembaca, aku benci pada cerita itu, terasa memuakkan. Kemudian aku berfikir ulang, apakah lebih baik aku megarang cerita tentang hidupku saja? Kemudian aku mencobanya. Aku menceritakan tentang masa laluku yang buruk, yang ketika itu aku alami lagi di saat aku mengarang ceritanya - sebenarnya aku menulisnya dengan tulisanku yang buruk karena aku belum mempunyai komputer - kenapa aku menulis masa laluku yang buruk? Karena aku bisa lebih mengekspresikan keadaanku dengan kalimat-kalimat yang kejam, dari imajinasiku akan bencinya aku waktu itu pada sekelilingku. Yah, sebenarnya aku tidak berniat menulis cerita itu, tapi berhubung aku dapat jatah menulis madding, akhirnya aku menulisnya, dan tulisanku itu berhasil menyindir orang-orang yang aku benci, rasanya melegakan. Karena itulah aku merasa tertantang untuk mengarang, untuk meluapkan semua emosiku baik positif maupun negatif ke dalam kata-kata. Dan berkat itulah, jadilah aku yang sekarang, Sang Pengarang.

Semua cerita yang aku buat berasal dari mimpi-mimpi dan hayalanku, yang sebenarnya tercipta ketika aku akan tidur. Semua itu berawal ketika salah seorang guruku berkata, ”Sebelum tidur pikirkanlah kejadian-kejadian yang kamu alami dari tadi terbangun dari tidur hingga menjelang tidur, tentang dosa yang kamu perbuat, dan pengalaman yang berharga untuk kamu simpan, agar kamu tidak menyesalinya kelak”. Semula aku meremehkan kalimat itu, tapi ketika aku dihadapkan pada sebuah masalah, tiba-tiba kalimat itu terlintas dalam pikiranku. Dan aku mencobanya, ternyata berhasil, karena aku lebih menghargai hidup. Kenapa bisa nyambung dengan awalnya aku ingin jadi pengarang? Karena jika kita lebih memikirkan kalimat itu lebih mendalam, kamu akan menemukan arti yang sebenarnya. Dan arti yang sebenarnya menurutku adalah aku mengarang karena aku merasa tentram jika menceritakannya. Dimulai dari pengalamanku sendiri, berlanjut ke cerita dan hayalan yang lainnya.

Kadang ada pemikiran yang mengatakan, ”Jangan banyak berhayal, karena berhayal itu membuat kamu lupa daratan”, tapi bagiku tidak, karena aku mengambil kata menghayal untuk sesuatu yang positif, hayalan = mimpi, dan mimpi adalah kunci untuk kesuksesan (mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia, nidji (laskar pelangi)).

Ah ternyata pemikiranku sedikit panjang, dimulai dari aku melihat jam dan kalender di handphoneku sampai terbawa-bawa ke laskar pelangi. Walau sebenarnya aku ingin meceritakan dengan lebih panjang lagi. Tentang karanganku yang ketiga, keempat, kelima, sampai yang macet saat ini. Sebenarnya, aku sendiri bingung tentang ceritaku yang satu ini, saat aku baca ulang, aku merasa muak, apa mungkin bakatku mulai menghilang ya??? Naudzubillah..., atau niatku yang kurang tulus???

Berbicara tentang niat, sebenarnya niat awalku mengarang itu untuk mengespresikan perasaanku, kemudian berlanjut ingin di baca oleh orang lain, dan sekarang berlanjut ingin mencari honor. Apakah karena gara-gara ingin mencari honor, bakatku jadi macet? Yang aku pikirkan Cuma honor, honor dan honor. Yah, itulah sifat asli manusia. Dan itu menimpaku juga.

Ketika aku merasa ingin mengekspresikan perasaanku lewat mengarang/ menulis, itu dimulai dari kesukaanku akan membaca, terutama membaca cerita novel, maupun cerpen. Aku merasa seseorang yang menulis cerita itu benar-benar orang yang cerdas, yang bisa mengekspresikan bakatnya. Dan aku berfikir dengan mengarang seseorang bisa menciptakan kehidupan dalam suatu cerita. Dan menurutku itu sangat menyenangkan. Tapi, aku tidak mampu melakukannya.

Sebelum tidur, aku selalu merenungkan hal itu, dari alur cerita yang membuatku kagum akan pengarangnya, hingga berlanjut pada kalimat yang diucapkan guruku tadi. Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, aku memikirkannya, bisa diistilahkan merenung sampai mati, tapi syukurlah Tuhan masih belum mematikanku. Dari perenungan itu, aku mulai mencari-cari biografi para pengarang yang aku kagumi lewat internet, aku membacanya berkali-kali, dan aku makin kagum pada mereka. Dan aku benar-benar ingin menjadi mereka. Tapi, apakah aku bisa? Aku yang waktu itu masih ciut keberaniannya alias minderan, berfikir pesimis. Ah, tidak mungkin aku bisa! Aku kan hanya manusia kecil yang diciptakan Tuhan dari sisa-sisa yang terbuang. Kenapa juga aku berhayal terlalu tinggi? Motifasiku masih kurang waktu itu. Dan aku masih belum berani bercerita apa-apa pada orang lain. Terlalu pendiam.

Waktu semakin berlalu, dan aku tak mau mecoba mengarang sedikitpun. Yang bisa aku lakukan hanyalah menjadi sang pembaca sejati, dan aku berfikir mungkin takdirku adalah menjadi Sang Pembaca. Sampai suatu ketika, ketika kedewasaan mulai menjamahku, ketika waktu mulai menjawabnya, tanpa aku sadari bahwa aku mampu mengarungi hari-hariku yang terasa buruk, aku mendengar suatu kalimat, yang sebenarnya ketika dulu sering digaung-gaungkan oleh guruku tapi aku remehkan, ialah ”Saya dan dia yang hebat sama-sama makan nasi, kenapa saya berfikir pesimis. Sama-sama makan nasi, berarti saya adalah manusia yang derajatnya sama dengan dia”, dalam perenunganku yang tersadarkan, aku berfikir, benar juga kata-kata itu, aku sendiri saja yang terlalu naif sehingga meremehkannya. Dengan pemikiran seperti itu, aku mulai merasa bersemangat menjalani hidup. Kuarungi lautan, kuarungi samudara – telalu berlebih-lebihan sebenarnya - aku akhirnya menjadi seperti ini. Sang Pengarang dan Sang Pembaca. Walau sebenarnya rintangan masih panjang, tergantung sepanjang apa hidupku kelak, tapi bagiku yang penting saat ini aku tidak berfikir negatif lagi tentang diriku sendiri. Aku mulai merasa mampu untuk menapaki tangga kehidupan, walau terkadang sifat asliku itu muncul kembali. Tapi aku yakin aku pasti bisa melampauinya. Walau sekarang aku belum bisa melampaui ujianku yang satu ini, tentang bagaimana akhir ceritaku yang belum selesai kelak.

Ah, sang pengarang memang ahli dalam mengarang, dan sang pembaca memang ahli dalam membaca. Mengarang terasa sangat menyenangkan. Karena yang sebenarnya, sang pengarang belum melewati fase apapun, apalagi fase honor. Sang pengarang masih mengarungi fase sang pembaca, dan sang penghayal. Tidak ada jam dan kalender handphone, tida ada dikejar dedline, maupun editor. Aku sang pengarang dan sang pembaca yang hanya dikejar oleh waktuku sendiri, hanya mencoba-coba. Karena sebenarnya sang pengarang dan pembaca hanyalah manusia yang masih terombang ambing antara optimis dan pesimis. Dan aku mengarang ini, untuk menguatkan rasa optimisku sendiri. Dan mungkin jika ada yang mau membacanya (untung-untungan) merasakan bion-bion semangatku. Semoga.

***


Kamis, 29 Oktober 2009

CerPen2

JANJI YANG TERKALAHKAN

EPILOG

Aku pandangi halaman sekitar rumah masa kecilku dari ayunan kesayanganku dan sahabatku. Sama seperti dulu, yang berbeda hanyalah warna catnya yang dulunya biru muda sekarang berganti warna menjadi putih polos. Aku tahu bahwa rumah masa kecilku itu – rumah nenek - telah dihuni oleh orang lain sejak kepindahanku. Sekelebat bayangan masa laluku yang bahagia muncul, bersama sahabat dan nenek terkasihku yang aku sayangi melebihi sayangku pada kedua orangtuaku. Tapi keduanya itu telah berlalu meninggalkanku, yang tersisa hanyalah memori kebahagiaan yang masih tersimpan rapi di otakku. Kebahagiaan yang dulunya benar-benar berarti namun aku hancurkan dengan keegoisanku. Aku tahu jika aku salah, tapi semua itu sudah terlanjut hadir, tanpa bisa aku cegah. Namun aku berharap jika Tuhan mau mengabulkan doaku, aku ingin kembali ke masa lalu dan merubah semuanya, tapi hal itu tak mungkin dan tak akan pernah terjadi. Aku hanya bisa bertanya-tanya kenapa ini terjadi? Kenapa? Hanya rasa semu yang menjawabnya.

Setetes air mata meluncur kepipiku. Air mata pertama yang muncul karena penyesalanku. Di depan semua orang aku berpura-pura tegar, tapi di hati aku benar-benar rapuh. Apakah aku bisa menghadapinya?

“Raka, ayo berangkat…” suara halus dan terdengar tegar memanggilku. Cepat-cepat aku usap air mataku dengan bagian lengan atas kemejaku.

“sabar ya nak” aku pandangi sosok yang mirip sekali dengan sahabatku, namun dengan raut wajah yang lebih dewasa karena asam manis kehidupan dengan kerutan yang mulai tumbuh di wajah dan tubuhnya karena berjalannya waktu, namun di matanya ada setitik cahaya kehidupan yang mampu mengusir semua kerutan dari dirinya, cahaya kekuatan, ketegaran, dan kesabaran beliau yang tak aku miliki.

“Ayo buk” aku pun beranjak berdiri mengikuti sosok ibu yang aku impikan namun tak aku miliki, ibu sahabatku.

***

Cuaca malam ini benar-benar cerah, bintang-bintang dilangit terlihat bersinar tanpa ada sedikit pun awan yang menghalangi keindahannya, walau masih ada sisa-sisa hujan tadi siang. Aku melihat taman sekelilingku yang masih basah dan aroma hujan masih tercium harumnya dari sela-sela bunga. Aku biasanya menyukai suasana seperti ini, menikmati saat cerah setelah hujan yang jarang terjadi sambil duduk di ayunan taman rumahku. Tapi saat ini, entah mengapa suasana itu tidak mampu mengikis kesedihan antara aku dan Raka. Kami berdua masih terdiam dan saling sibuk dengan pikiran masing-masing, tak lepas dari rasa sedih dan berat untuk berpisah.

“Kamu janjikan nggak akan melupakan aku, dan akan terus menjadikan aku yang pertama di hati kamu, janji ya? kamu sayang aku kan?!” ucapku memecahkan suasana, meyakinkan janji yang sempat kita ikrarkan tadi.

“Ya aku janji Key, kamu tenang saja. Dan aku akan terus menyayangi kamu. Ingat itu, kamu juga harus pegang janji ya!” Raka mengacak-acak rambut kriting mungilku. Aku tidak suka Raka mengacak-acak rambutku yang sudah terlihat berantakan karena kriting, setiap kali dia melakukannya aku selalu mengelak dan membalasnya dengan memencet hidung bangirnya sampai kesakitan. Tapi, untuk saat ini aku membiarkannya. Karena aku tahu setelah ini kita akan berpisah dan aku tak tahu kapan kita akan bertemu lagi. Mataku mulai berkaca-kaca.

“Yup! Janji bos… hati-hati di sana yah Ka, aku akan selalu merindukan kamu”. Raka melihat aku mulai menitikan air mata, dan dia mengusap air mata itu dengan ibu jarinya.

“Jangan nangis Key! nanti kelihatan tambah jelek lho. Entar kalau jelek aku jadi lupa sama janji kita,” canda Raka.

“Kamu kok gitu sich, jahat!” kupencet hidungnya keras-keras disusul pekikan Raka kesakitan. “Janji nggak! Nggak akan kulepasin ini hidung kalau kamu nggak janji!”

“Aduh Key, sakit! Lepasin donk! please… aku kan cuma bercanda. Kan tadi udah janji Key! Janji… janji… janji!” aku pun melepaskan hidung Raka yang memerah, dan nyengir bahagia.

“Nah, gitu donk!” ucapku mengelus-elus hidung Raka. “Tapi aku tahu kok kalau kamu bercanda, aku cuma sedih aja karena habis ini aku nggak bakal bisa mencet hidung kamu lagi”, tangisku mulai pecah lagi.

Raka mengelus-elus pipiku, terlihat rasa sayang di matanya dan dibalik mataku yang berair aku melihat mata dia berkaca-kaca. “Udah ya Ra, ntar kalau kita ketemu lagi kamu bisa kok pencet hidungku”. Tangisku pun makin keras. Raka hanya terdiam dan merangkulku. Aku tahu dia juga menangisi perpisahan ini.

Raka dan aku bersahabat dari kita kelas 1 SD. Kali pertama aku bertemu Raka ketika dia pindah ke rumah bercat biru indah milik nenek Tiwi, tetengga sebelah rumahku yang juga neneknya Raka. Sebelumnya, nenek Tiwi yang sering memintaku membantu beliau menyirami bunga pernah bercerita kalau dia juga punya cucu yang seumuran denganku yang waktu itu tinggal di kota lain. Aku yang waktu itu masih TK hanya bisa diam mendengarkan karena selama aku tinggal di sini aku tak pernah melihat cucu nenek Tiwi. Tapi ternyata beberapa bulan kemudian ketika tahun ajaran baru, Raka dan kedua orang tuanya berkunjung ke rumah nenek Tiwi beserta mengantarkan kepindahan Raka. Waktu itu aku bingung, kenapa kok ayah sama ibunya Raka meninggalkan Raka. Setelah aku tanyakan ke nenek Tiwi, beliau bilang kalau orang tua Raka harus pindah Dinas ke Luar Negeri, dan mereka tidak bisa mengajak Raka, dan nenek Tiwi mengusulkan agar Raka tinggal di rumah beliau.

Tanggapanku ketika kali pertama berkenalan, dia anaknya pendiam dan sulit didekati, tapi setelah aku yang pembawaannya ceria berusaha mendekati dia dengan berbagai cara, akhirnya dia mulai luluh dan mau berteman denganku. Karena sama-sama anak tunggal jadi kita bisa saling melengkapi, dengan mulai saling cerita, bercanda, dan hal yang sepele namun berarti bagi kita. Kita pun selalu dekat sampai saat ini di usia kita yang sama-sama 14 tahun, dan mengikat janji kalau kita akan selalu saling menyayangi, dan saling jadi yang pertama di hati kita tanpa adanya status selain sahabat, walau sebenarnya aku mulai ada rasa lain dengannya, dan aku hanya diam saja tanpa berani mengungkapkan karena aku takut hal itu akan menghancurkan persahabatan kita.

Sampai satu bulan kemarin, suasana duka menyelimuti rumah Raka atas meninggalnya nenek Tiwi karena usianya yang sudah senja. Aku ikut bersedih karena aku juga dekat sekali dengan beliau. Dan kesedihan itu semakin bertambah ketika tiga hari yang lalu Raka menyampaikan berita kalau dia harus pindah mengikuti kedua orangtuanya ke New York karena di sini dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Aku yang hanya seorang sahabat bagi dia tidak bisa mengelak keputusan itu. Dan kami pun berusaha menghabiskan sisa waktu dengan bersenang-senang di taman hiburan dan tempat favorit kita yang lainnya, walau sebenarnya ada rasa pedih dihati kita mengingat sebentar lagi kita berpisah, tepatnya besok. Dan sekarang kita menghabiskan saat-saat terakhir di taman rumahku, dengan saling bercerita, berjanji, diselingi tangis.

*

4 tahun Kemudian.

Cuaca malam ini mengingatkanku pada malam perpisahkan kita, dengan bintang-bintang yang bersinar bersinar indah, diselingi aroma sisa hujan, sama persis dengan waktu itu. Aku memandangi bintang-bintang yang bersinar cerah dilangit dari ayunan yang selama ini sering aku duduki sendiri setelah kepergian Raka.

“Raka, aku merindukan kamu”, bisikku pilu, aku genggam bandul kalung bintang separuh yang dibelikan Raka untuk kita berdua di taman hiburan waktu itu, kalung persahabatan. Separuh dari bandul bintang itu di bawa Raka. Kita berdua berjanji kalau kita bertemu nanti kita akan satukan bintang itu, yang memang bisa terikat karena ada magnetnya, dan kalau bintang itu bersatu cahaya biru pelangi bersinar dari bandul kalung itu, bersinar indah. Aku merindukan Raka dan juga merindukan cahaya itu, yang selama 4 tahun ini tidak bersinar. Raka waktu itu berjanji di tahun ke 4 perpisahan kita, tepatnya hari ulang tahunku yang ke 18, dia akan berkunjung ke Indonesia dan menemuiku. Tapi nyatanya, selama 2 minggu setelah tanggal penetapan itu dia tidak hadir menemuiku atau memberi kabar sedikit pun padaku alih-alih kasih ucapan selamat, aku benar-benar kecewa. Ada apa dengan dia? Apakah dia sudah mulai melupakanku. Tapi, entah mengapa aku masih menunggu dia.

Selama ini kami hanya saling komunikasi via e-mail, kadang-kadang juga via telepon. Tapi, selama 3 bulan ini kami lost contact, di e-mail terakhirnya dia bilang kalau dia akan datang pada hari ulang tahunku. Tapi setelah hari H-nya berlalu dia mengingkari janjinya, aku kecewa. Berkali-kali aku kirim e-mail ke dia, namun tidak ada satu pun yang terbalas.

Hubungan aku dan Raka selama ini tanpa status selain bersahabat. Tapi di hari keberangkatannya, aku mengakui perasaanku padanya, dan dia membalasnya. Tapi aku masih bingung dengan kepastian hubungan kita, Raka tidak bilang iya atau tidak, tapi dia cuma bilang kalau dia juga mencintaiku. Pernah aku bertanya padanya tentang status hubungan kita, dia hanya bilang biarlah waktu yang menentukan. Dan aku hanya bisa menanti. Dan sampai saat ini aku pun tetap menanti.

*

Esok harinya, aku menerima kiriman paket yang beralamatkan New York. Pasti dari Raka. Segera aku beranjak ke ayunan taman, aku buka pembungkus paket itu, sebuah jam pasir dari kaca yang aku idam-idamkan selama ini. Raka ternyata masih ingat barang keinginanku. Aku baca surat yang terselip di kardus pembungkusnya.

Keyla, maaf jika aku ingkar janji padamu. Aku tak tahu apakah aku masih bisa menepati janji, karena aku sudah ingkar padamu. Maafkan aku Key, Maaf. Aku bukan orang yang pantas untukmu, dengan ketulusan hatimu yang murni aku tahu kamu pasti akan menemukan yang terbaik, tapi itu bukan aku. Cinta memang indah, seperti halnya cinta yang kita rajut, dari kita tak tahu APA cinta sampai kita mulai merasakannya pada diri kita berdua. Sesungguhnya aku ingin memperjuangkan cinta itu, tapi perjuanganku terkalahkan oleh rasa terpurukku bahwa aku bukan untukku. Tuhan mentakdirkan lain Key. Dan aku berfikir bahwa aku tak pantas untukmu, kamu terlalu baik, terlalu istemewa untuk aku sakiti. Aku tak menemukan cinta yang lain Key, karena aku akan selalu mencintaimu. Ketidakpantasanlah yang memisahkan kita.

Aku bukan orang yang seperti dulu lagi – ceria dan semangat akan perjuangan hidup – aku sekarang hanyalah seorang yang terpuruk dan tidak pantas buatmu. Maafkan aku Key. Cobalah lihat ke depan dan jangan pandang kebelakang lagi untuk mencariku, karena aku tak pantas untuk dicari.

Kamu selalu bertanya-tanya kepadaku tentang apa status hubungan kita, aku akan menjawabnya sekarang, bahwa kita hanyalah seorang sahabat dan tak lebih dari itu. Walau status kita sahabat, aku tak tahu apakah aku sahabat yang pantas untuk kamu. Kamu kaget ya kenapa aku pesimis, tapi memang inilah aku yang sekarang. Maafkan aku Key, maaf. Dan aku mohon jangan menantiku lagi. Karena aku tak tahu kapan aku bisa kembali padamu dengan aku yang seperti dahulu.

Dan dari jauh aku hanya bisa mengucapkan HAPPY BIRTHDAY KEYLA.

NB: jam pasir itu kamu jaga baik-baik ya, mungkin itu benda terakhir yang bisa aku berikan padamu dan yang paling kamu impikan, jam itu juga mempunyai arti bahwa hidupmu masih panjang. Dan maaf untuk saat ini, aku tak tahu sampai kapan, kita belum bisa menyalakan cahaya bintang bersama.

Yang menyayangimu,

Raka.

Raka, kenapa kamu seperti ini, tidak seperti yang aku kenal dulu yang optimis, dan berfikir positif akan kehidupan. Dari kata-katamu aku merasa kamu berubah dan menyerah akan hubungan kita. Apa yang terjadi padanya? Berbagai hal berkecamuk dalam pikiranku. Apakah Raka sudah mulai bosan padaku? Apakah dia benci pada penantianku? Atau apakah dia sudah menemukan cinta yang lain? Untuk yang terakhir itu aku tahu karena Raka mengatakan tidak. Karena Raka milikku, tapi bukan untukku. Aku bingang dengan semua ini, karena rasa ini terlanjur mengakar dan aku tak ingin memberikan hatiku pada yang lainnya. Air mata telah memburamkan mataku. Setiap kali mengingat dia, aku selalu menangis. Aku tak rela jika dia berpaling dariku. Terlalu menyakitkan. Karena rasa ini sudah terlanjur mengakar, aku tak tahu apakah aku bisa mencabutnya. Seandainya Tuhan memutuskan mengakhiri hidup salah satu diantara kita, lebih baik aku yang pergi lebih dahulu. Karena aku tak akan mampu melihat Raka pergi lagi, dan tak kembali. Dalam hati aku berdo’a semoga Raka bisa kembali kesisiku. Aku akan tetap menanti walau Raka melarangnya, karena aku merasa dia menyembunyikan sesuatu dariku. Jika Tuhan mengizinkan aku bertemu dengannya, aku akan meminta kepastian langsung darinya. Untuk saat ini aku hanya bisa berdo’a semoga Raka bisa kuat dalam mengarungi hidupnya dan bisa kembali seperti dulu.

Aku usap hidungku yang berair, ada sebercah noda merah di jariku, darah. Aku yang sering pusing tak menyangka kalau sampai mimisan. Segera aku basuh darah di hidungku dengan air dari pancuran di taman. Ah, aku pasti terlalu kelelahan dan banyak pikiran karena mengurusi kuliah baruku. Semangat Kay! Hari-harimu masih panjang, tegasku pada diri sendiri. Tapi ketegasan itu terkalahkan oleh raga dan hatiku yang terlalu lemah, pandanganku terasa buram dan aku tersungkur pingsan. Tanpa aku tahu, Tuhan telah mendengar do’aku.

***

Aku pandangi pusara makan Keyla yang baru saja dibersihkan dan ditaburi bunga juga dido’akan. Sebenarnya aku masih shock dengan kenyataan ini. Kenapa dia pergi secepat itu, sebelum aku datang dan kembali seperti dulu. Seperti inikah takdir berbicara. Semua ini memang salahku, karena aku Keyla jadi putus semangat dalam memperjuangkan hidupnya, karena aku Keyla jadi merasa lemah. Maafkan akau Keyla. Semua itu bermula gara-gara benda haram itu. Aku terjerumus karena aku terlalu sakit hati melihat kenyataan keluargaku, mama selingkuh dan papa bunuh diri karena terlalu mencintai mama. Dan aku hidup sebatangkara dengan benda haram itu. Tapi Tuhan masih memperhatikanku, dengan bantuan seorang terman yang menolong aku ketika sakau dan membawaku ke panti rehabilitasi. Dan sekarang aku sudah sembuh setelah setahun dikarantina, tapi Keyla terlanjur pergi ketika aku kembali untuk meminta maaf padanya dan menjelaskan semua karena kangker otak sudah memutuskan takdirnya.

“Nak, kamu jangan putus asa karena semua ini, kita memang harus berusaha dalam mengarungi hidup, tapi takdirlah yang menentukan, dan Keyla juga telah berjuang. kamu sabar ya… ibu juga sudah pasrah dan menerima semua kehendak-Nya,” ibu Keyla menyodorkan selembar surat padaku. “Sebelum dia koma dan pergi, dia menitipkan surat ini pada ibu untuk di berikan pada kamu ketika kamu kembali mencarinya. Segera aku buka surat itu yang disertai kalung Keyla.

Hai Raka,

Ketika kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah pergi jauh ke alam sana. Aku sudah berjuang Ka, tapi Tuhanlah yang menentukan semua. Dan aku tidak menyesal atas takdir ini. Yang aku sesali adalah aku tak bisa berbagi semangat dengan kamu. Tapi sudahlah, aku yakin saat ini kamu sudah kembali seperti dulu lagi. Kamu jangan merasa bersalah ya Ka dan aku nggak akan marah padamu, dari awal aku juga memaafkanmu dan menerima kenyataan. Sebenarnya dalam sisa hidupku ini, aku berharap bisa bertemu terakhir kalinya dengan kamu. Tapi pertemuan kita malah di tempat aku berakhir. Manusia hanya bisa berharap tapi Tuhanlah yang menentukan. Sejujurnya aku ingin sekali bertemu denganmu untuk mengetahui kenapa kamu bisa berubah seperti itu. Setiap hari aku selalu bertanya-tanya. Tapi tak ada seorang pun yang mampu menjawabnya selain dirimu. Sampai sekarang aku pun tak tahu, tapi di sisa hidupku aku selalu mendo’akan semoga kamu menemukan jalan yang terbaik, dan kembali padaku. Memang sekarang kamu kembali padaku namun kamu tidak ditakdirkan untukku.

Raka, kamu jangan nangis ya… karena kamu dulu juga melarang aku menangis ketika kamu pergi. Dan aku berharap kamu akan lebih bahagia lagi dalam hidupmu ke depan. Dan aku juga berharap kamu menemukan cinta sejati. Aku memang mencintai kamu dan masih mencintai kamu, tapi sekarang cinta sejatiku adalah di sisi-Nya.

Terima kasih, karena kamu aku bisa merasakan cinta, karena kamu aku mau berjuang hidup, karena kamu aku bahagia.

Maaf Ka, karena aku telah ingkar janji, karena aku tak berada di sisimu ketika kamu rapuh, karena aku gagal untuk bertahan.

Tapi, cintaku padamu bukan karena, tapi walaupun. Walaupun kamu berubah, walaupun kamu lemah, walaupun kamu jahat padaku. Aku tetap mencintai kamu. Kamu harus mengingat kata walaupun itu disaat cinta sejatimu hadir.

Dan kamu harus tetap SEMANGAT ya KA! SEMANGAT!

Dan jaga ibuku tersayang ya… karena beliau juga tidak memiliki siapa-siapa lagi setelah kepergian ayah dan aku. Dan juga jangan lupa jaga jam waktu itu untukku karena waktu dan takdir masih berpihak padamu, dan nyalakan cahaya bintang kita, untuk menerangi hari-harimu ke depan juga jiwamu yang rapuh (tapi aku tak memintamu untuk berjanji, karena janji bisa terkalahkan oleh takdir).

Yang mencintai dan menyayangimu.

Keyla.

Karena matahari hampil tenggelam, aku dan ibu Keyla segera beranjak meninggalkan makam dengan rasa berat tapi perasaan yang ikhlas. Terima kasih Keyla karena mengingat semangatmu dan do’amu, aku menjadi diri sendiri seutuhnya. Aku pandangi rumah terakhir Keyla yang dia huni 5 bulan lalu terakhir kali. Setelah itu kubimbing ibu kembali. Mulai saat ini aku akan berusaha untuk menepati janji bahwa aku akan berjuang sampai sisa hidupku dan menjaga perempuan yang di cintai Keyla juga aku cintai dengan tulus, tapi bukan janji yang terdahulu.

Aku hancur ku terluka

namun engkau lah nafasku

Kau cintaku meski aku bukan di benakmu lagi

Dan ku beruntung sempat memilikimu

Yovie & Nuno

Lamongan, 25 September 2009


***

Senin, 26 Oktober 2009

CerPen

CINTA YANG MENANGIS

By. Laita Aghfarina

Aku menangis, meratapi kenyataan ini. Kenapa ini bisa terjadi kepadaku? Mengapa? Aku tidak mampu menerima kenyataan ini. Tak mampu. Benar-benar tidak mampu. Air mata yang aku bendung dari tadi akhirnya tumpah ruah membanjiri buku diary-ku. Melunturkan tulisan ungkapan hatiku. Aku tak perduli dengan hancurnya tulisan-tulisan yang selama ini aku tulis dengan takjub akan cinta. Cinta yang sekarang hanya jadi semu untukku. Perasaanku hancur seperti tulisan itu. Lebih hancur.

Aku mencintai dia, dan merasa dia untukku. Dia memang untukku tapi tidak di takdirkan untukku. Untuk kumiliki, untuk ku cintai dengan sepenuh jiwa ragaku. Aku kecewa dengan takdir. Aku benci! Percuma aku meratap selama ini, mengharapkan dia untukku. Tapi kenyataannya, itu tidak mungkin. Aku harus menerima takdir itu. Harus!

Aku buka kembali diary-ku yang kusut karena kemarahanku, kekecewaanku, mungkin ini aku baca untuk terakhir kalinya, untuk mengenang saat-saat bahagia itu. Setelah itu aku akan memusnahkannya.

Di mulai dari awal aku bertemu dengan dia. Yang membuat aku merasakan cinta untuk yang pertama kalinya.

7 Maret

Dear diary,

I’M FALLING IN LOVE!!! AKU JATUH CINTA!!! Aku akhirnya menemukan cinta itu, merasakan cinta itu, dan aku merasa bahagia… aku bergetar bahagia Ry, sangat bahagia. Begini yach rasanya jatuh cinta, berjuta rasanya!! ^_^

Asal kamu tahu ya Ry, ini adalah cinta pertamaku, dan cinta itu hadir tanpa aku kira, tapi ini nyata Ry, yeah! LOVE at THE FIRST SIGHT! Aneh ya… tapi itulah kenyataanya Ry, kenyataan yang tak bisa aku cegah, pokoknya aku bahagia banget! sangat!

Tapi Ry, yang bikin aku sedikit kecewa itu, aku belum tahu namanya, dia tinggal di mana, pokoknya aku belum tahu tentang dirinya. Menurut kamu aneh yach! Tapi ini nyata kok! NYATA!

Kamu penasaran ya gimana ceritanya? Begini lo Ry, aku tadi bertemu dia di persimpangan jalan dekat kost. Waktu itu ketika aku berjalan keluar dari kostku menuju kampus, aku melihat dia turun dari angkot yang hendak kunaiki di persimpangan jalan itu. Ketika kita tanpa sengaja bersitatap muka, dan dia tersenyum padaku Ry, entah kenapa perasaan itu tiba-tiba muncul. Aku heran, kenapa aku begitu langsung tertarik padanya, padahal selama ini ada beberapa orang yang berusaha mendekatiku yang nilainya lebih tinggi dari pada dia. Dasar ! Cinta memang aneh ya Ry.

Tapi Ry, aku kok ngerasain setitik rasa déjà vu, kayaknya aku pernah melihat dia, tapi aku bingung di mana? Aneh ya.. jodoh kali ya… hehe.. Ah biyarin yang penting untuk saat ini aku bahagia! Sangat bahagia! ^_^

17 maret

Dear diary,

Ry, aku bertemu dia lagi! Di toko buku deket kampus. Seneng banget Ry! Dan yang lebih buat aku berbunga-bunga, dia menyapa aku, walo hanya dengan senyuman. Ah, dasar tu cowok, kenapa gak minta kenalan juga sih! Aku kan pengen…heheh

Tenyata cinta bisa buatku gila ya Ry, tapi aku suka banget dengan perasaan ini…^_^.

Semoga keberuntungan bisa memihakku dan yang buatku bertemu dengannya dan lebih mengenalnya. Amiin…

25 maret

Dear diary,

Ry, teryata keberuntungan itu masih menghampiriku! Setelah berhari-hari aku berharap bertemu dia, akhirnya tadi aku bertemu dia! Bertemu dia Ry! Bayangin gimana bahagianya aku. Hatiku berbunga-bunga Ry.. bahagia! Karena asal kamu tahu ya Ry, aku udah tahu siapa namanya, namanya DEWA, nama yang bagus ya dan cocok denganku. DEWA- DEWI! Kami di takdirkan berjodoh kali… dengan nama yang hampir sama, mungkin sebagai perantara untuk menyatukan kita. Yach semoga! Amiin…

Ternyata dia anak baru yang tinggal di kos putra deket kos ku Ry, aku tadi dikenalin sama temenku Bayu (dari cerita Bayu, dia yang pengen kenalan ma aku, kami sehati kali ya…? Heheh). Aku nggak nyangka keberuntungan itu menghampiriku. Aku berharap keberuntungan itu akan terus melekat di diriku. Semoga! Do’ain yach Ry.. ( ih…Ry kan buku masa bisa berdo’a..hehe, tapi aku tetap berharap!).

15 April

Dear diary,

Hai Ry pha kabar?? Sorry yach aku baru nulisin kamu coz berhari-hari ini aku merasa bahagia baget! Walau sebenernya rada sedih Ry, coz Dewa nggak ngerespon gerak-gerikku yang suka dia. Tapi dia baik banget Ry ama aku, sangat baik! Dia juga perhatian ma aku… pokoknya aku merasa disayangi dech! Aku harus bersabar kali ya untuk ngedapetin dia kali yach! Aku akan terus berdo’a semoga kita ditakdirkan berjodoh! Amiin…^_^. Semangat DEWI!! SEMANGAT!!

Aku menatap kosong diary-ku yang lecek karena ke tak berdayaanku. Rasa semangat itu sudah memudar dari diriku. Hancur! Ku balik lembar demi lembar halaman diary yang yang hanya berisi puisi-puisi dan kebahagiaan-kenbahagiaan yang terasa hambar saat ini. Ku baca berulang-ulang untuk meratapi semuanya. Aku tak perduli wajahku jadi seperti apa nantinya. Aku tak perduli Dewa dan keluarga melihatku nanti! Aku tak perduli. Aku akan menangis sepuas-puasnya.

21 Mei

Dear diary,

Hubungan ku dengannya tidak ada kelanjutan sedikitpun, kami hanya dekat sebagai seorang sahabat,tapi aku tetap mencintai dia Ry, selalu. N aku akan terus berharap. Tapi Ry, aku merasakan suatu kejanggalan, tapi aku tak tahu apa itu, bingung aku Ry…bingung banget!! help me!

O ia, Ry bentar lagi tanggal 23 nanti aku mau ultah yang ke 20, semoga di ultahku itu aku bisa ngedapetin apa yang aku impikan.. coz angka 20 gitu loe…angka menuju kedewasaan… hehe

22 Mei, at 23.35

Aku menunggu detik-detik kebahagiaanku, detik-detik berjalannya masa depanku.

Aku berharap:

1. Tuhan beri yang terbaik untukku di masa depan.

2. Terutama cinta antara keluargaku, teman-temanku, dan cinta sejatiku. ^_^

3. Yang terpenting aku bersatu dengan orang yang aku cintai. Heheh

4. Amiin……….

0ah…! Aku ngantuk banget Ry, tapi aku harus tetep kuat bangung, karena ini merupakan detik-detik yang berharga…! ^_^

23 Mei, at 00.01

Tretetet…..!!yah! akhirnya aku Utah juga..

Alhamdulillah, Tuhan masih kasih aku waktu sampek sekarang, Thanks God!! ^_^.

O ia Ry, udah dulu za.. aku mau ngerayain ultahku ma anak-anak kos, mereka udah rame ntu dikamarku, cz ultah ku yang sepisial ini, teman-temanku pengen ngerayain bareng..!

Bye…!

23 Mei, at 01.45

Ah….capek…! tapi seneng banget!! tadi seru Ry, banget!

Aida sahabatku kasih aku kue tart blackforest kesukaanku Ry.. seneng de..surprise banget! ^_^

Yang lebih surprise lagi, Dewa telp ku n kasih selamat! Seneng banget!! ortu ku juga ternyata masih inget ma anaknya..seneng dech..! n nyokap tadi bilang kalo keluargaku besok mau dateng ke kos, coz mereka mau ngadain selamatan ultahku n biz itu aku di ajak pulang. Aku kaget banget! coz tumben banget. katanya nyokap si ada surprise buatku. Apa ya…!! Gak sabar nich nunggu pagi!

Oah… udah dulu za Ry, aku mau bobok dulu…dah………..^_*

23 Mei, at 22.30 in my room

Ry, aku marah, kecewa, hancur! Aku hancur Ry… aku mau menghilang aja dari bumi ini. Menghilang!

Aku kecewa dengan hari ini, sedih Ry, aku udah nahan perasaan itu sampek sekarang. Tapi ternyata… semuanya hancur Ry.. hancur.

Dari pagi tadi aku uda pengen nangis, tapi aku harus tetep pakek topeng kebahagiaan biyar keluargaku nggak tahu masalahku n kecewa ma sikapku. Dan sekarang aku di sini sendiri, dengan masalahku sendiri, untuk menata hatiku ulang.

Asal kamu tahu za Ry, tadi sewaktu keluargaku tiba, aku bahagia banget n keluarga juga nggak lupa surprise mereka (aku hancur), pertama-tama sich aku keget banget kok ada Dewa yang ikut rombongan keluargaku. Semula aku mengira mereka mau menjodohkan aku dengan dia, tapi ternyata Ry.. mereka bilang kalau Dewa itu saudara kembarku Ry, yang kata ortuku sengaja mereka pisahkan menurut tradisi yang dianut oleh leluhur dari keluarga papaku, yang menurut aku sangat..sangat.. membingungkan! Padahal kamu tahu sendiri kan Ry aku mencintai Arga, sangat mencintainya! Dia cinta pertamaku..!! aku kecewa Ry, yang buat lebih kecewa lagi, Dewa itu udah tahu kenyataannya udah lama Ry, n dia sengaja tinggal deket kosku untuk mengenal aku Ry, mengenal aku sebagai saudaranya. Aku sangat kecewa! Aku hancur Ry.

Tuhan tolong kuatkan hambamu ini…please….

Aku meratapi diri sendiri dalam keheningan yang menyesakkan. Apakah aku mampu menghadapi hari esok, karena kenyataan berkata lain dari yang aku harapkan. Déjà vu itu akhirnya terungkapkan. Dulu aku merasa pernah melihat dia, dan memang aku pernah melihat dia, tapi dalam diriku sendiri. Kemiripan yang semula aku kira jodoh ternyata saudara sekandung. Aku benci pada kenyataan! Dan aku terus menangis, sampai rasa kantuk menghentikannya.

***


;;